Memperkokoh Integrasi Nasional: Urgensi Pengamalan Sila ke-1 dan ke-3 Pancasila dalam Membangun Moderasi Beragama di Era Digital

Oleh: Kelompok 5 MKWK Pancasila, Universitas Andalas

Indonesia adalah sebuah negara majemuk yang terdiri atas beragam suku, budaya, bahasa, serta agama. Keberagaman ini, meskipun menjadi kekayaan bangsa , sering kali memunculkan potensi gesekan apabila tidak diimbangi dengan sikap saling menghormati Oleh karena itu, moderasi beragama atau toleransi menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis di tengah pluralitas masyarakat Indonesia.

Laporan proyek ini meninjau bagaimana pengamalan nilai-nilai Pancasila, terutama Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dan Sila Ketiga (Persatuan Indonesia), menjadi fondasi utama dalam memperkokoh moderasi beragama dan menjaga integrasi nasional, khususnya di tengah tantangan era digital.

1. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Moderasi Beragama

Pancasila telah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa, bernegara, dan beragama, yang secara faktual telah menyatukan seluruh kelompok agama, etnis, bahasa, bahkan budaya di Indonesia.

A. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama merupakan bentuk pengakuan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta. Sila ini secara esensial menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya tanpa paksaan atau diskriminasi.

Makna penting dari sila ini yang mendukung toleransi beragama meliputi:

  • Memberikan pengakuan dan kebebasan dalam beragama, sehingga setiap individu berhak memeluk agama apapun dan mengamalkan ajarannya.

  • Menegaskan bahwa tidak ada unsur paksaan apapun bagi setiap individu untuk memeluk agama.

  • Membentuk kebiasaan hidup yang saling menghormati dan menghargai terhadap setiap umat beragama.

Dengan demikian, nilai ketuhanan menuntun masyarakat untuk menghormati kebebasan beragama, sejalan dengan konsep moderasi beragama yang menghindari sikap ekstremisme dan fanatisme.

B. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

Sila ketiga menjelaskan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dengan mengutamakan kepentingan bersama demi tercapainya tujuan nasional. Sila ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan moderasi beragama karena komitmen menjaga persatuan adalah bagian integral dari praktik moderasi beragama.

Nilai persatuan berfungsi untuk menumbuhkan cara berpikir dan sikap keberagamaan yang moderat, yang tidak mudah dipengaruhi oleh doktrin agama yang dapat menurunkan tingkat komitmen nasionalisme. Sikap komitmen kebangsaan, yang sejalan dengan Sila Ketiga, menjadi keharusan dalam menjaga keutuhan bangsa dari ajaran-ajaran yang dapat meruntuhkan ideologi negara di era globalisasi.

2. Implementasi Nyata di Masyarakat dan Kebijakan Negara

Pengamalan Sila ke-1 dan Sila ke-3 terbukti menjadi pondasi dalam membangun kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

A. Keteladanan Masyarakat

  • Desa Mojorejo, Kota Batu: Desa ini ditetapkan sebagai Desa Sadar Kerukunan Umat Beragama. Kehidupan masyarakatnya menunjukkan keharmonisan antarumat Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha melalui berbagai kegiatan bersama, seperti perayaan hari besar keagamaan, kesenian lintas agama, serta gotong royong dalam menjaga tempat ibadah yang berdiri berdampingan. Simbol toleransi seperti Punden Mbok Tarminah dan Vihara Dhammadipa Arama menjadi bukti nyata bahwa perbedaan keyakinan justru memperkuat persaudaraan

  • Penanganan Konflik di Padang: Dalam menghadapi kasus pelarangan ibadah pada Juli 2025, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama Pemerintah Kota Padang mengedepankan dialog dan menempuh langkah hukum. Sikap ini merupakan wujud nyata implementasi Sila ke-1 (hak beribadah) dan Sila ke-3 (menolak kekerasan dan menjaga persatuan).

B. Peran Kebijakan Pemerintah

Pemerintah memiliki peran besar dalam memperkuat semangat moderasi beragama melalui kebijakan, salah satunya adalah Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama.

Kementerian Agama (Kemenag) mengkoordinir implementasi kebijakan ini melalui:

  • Program Catur Aksi: Program bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menekankan empat nilai utama: komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap budaya lokal.

  • Kegiatan Rutin: Meliputi pengumandangan Lagu Indonesia Raya, dialog lintas agama, sosialisasi anti kekerasan, dan pelestarian tradisi daerah, yang bertujuan agar ASN menjadi teladan dalam penerapan moderasi beragama.

Sinergi kebijakan dan program ini menjadi langkah nyata dalam menumbuhkan aparatur dan masyarakat yang moderat, toleran, serta berjiwa kebangsaan.

3. Tantangan dan Upaya Penguatan di Era Digital

Di era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, muncul berbagai tantangan baru seperti penyebaran paham intoleran, radikalisme, serta ujaran kebencian di ruang publik dan media sosial.

A. Tantangan Utama

  1. Penyebaran Ujaran Kebencian dan Intoleransi: Platform digital sering digunakan untuk menyebarkan kebencian antarumat beragama melalui komentar provokatif, meme SARA, atau berita palsu yang menyesatkan, diperparah oleh rendahnya literasi digital.

  2. Radikalisme dan Ekstremisme Digital: Kelompok radikal memanfaatkan dunia maya untuk menyebarkan ideologi ekstrem, menargetkan generasi muda dengan konten menarik (video dakwah eksklusif atau ajakan membenci kelompok lain) yang mengancam kerukunan.

  3. Polarisasi Sosial dan Echo Chamber: Algoritma media sosial menciptakan echo chamber yang hanya memperkuat pandangan pengguna, memperbesar polarisasi sosial, dan memperlemah semangat toleransi.

  4. Kurangnya Literasi Digital dan Pemahaman Keagamaan: Minimnya kemampuan untuk menilai kebenaran informasi membuat masyarakat mudah terpengaruh oleh konten negatif, terutama yang disampaikan oleh tokoh tanpa kejelasan kredibilitas

B. Upaya Penguatan Moderasi Beragama

Moderasi beragama di era digital adalah kebutuhan mendesak , yang harus dihadapi dengan langkah konkret melibatkan semua pihak:

  1. Meningkatkan Literasi Digital dan Keagamaan: Mahasiswa dan masyarakat harus mampu memilah informasi, mengenali hoaks, serta memahami etika berkomunikasi di dunia maya. Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat mengadakan pelatihan yang menekankan nilai-nilai toleransi34.

  2. Cek Fakta dan Sikap Kritis: Setiap individu perlu melakukan fact-checking terhadap informasi keagamaan sebelum membagikannya. Sikap kritis ini adalah bentuk nyata dukungan terhadap moderasi beragama.

  3. Edukasi dan Konten Positif: Generasi muda dapat menjadi agen perubahan dengan menciptakan konten positif yang menumbuhkan semangat toleransi, gotong royong, dan cinta tanah air

  4. Beretika dalam Berdiskusi: Etika digital menjadi penting; diskusi keagamaan sebaiknya dilakukan dengan sopan, santun, dan berdasarkan pengetahuan yang benar, menghindari kata-kata yang menghina.

  5. Peran Mahasiswa: Sebagai generasi intelektual, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi pelopor moderasi beragama, menyebarkan pesan perdamaian, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang mempererat hubungan antarumat beragama.

Penutup

Pengamalan Sila ke-1 dan Sila ke-3 Pancasila tidak hanya menjadi dasar moral dan ideologis bangsa, tetapi terbukti sangat relevan dan fundamental dalam menjaga kerukunan di tengah masyarakat majemuk Indonesia.

Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat, serta peran aktif setiap warga negara dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, moderasi beragama akan semakin kuat. Hal ini merupakan fondasi utama bagi terwujudnya Indonesia yang damai, bersatu, dan berkeadaban di tengah keberagaman, baik di dunia nyata maupun dunia maya.


Laporan Project MKWK Pancasila ini disusun oleh Kelompok 5 Universitas Andalas, Padang (2025). Dosen Pengampu: Dr. Roni Ekha Putra, S. IP., M. PA dan Nika Saputra, S. AP., S. IP., M. AP. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONTROL KOLAM IKAN